Minggu, 08 Juli 2012

Si Gendut


Namaku Armela Putri Mahardika Dian Purnama Siwi, nama yang cukup panjang, sepanjang jalan hidupku yang penuh liku. Sejak kecil aku sering dipanggil Arme ada juga yang memanggil Mela. Mungkin harapan orang tua kandungku memberi nama yang panjang dan indah agar aku menjadi orang yang beruntung dan selalu di jalan lurus dan mungkin ada seribu maksud baik lainnya. Tapi nama saja tidak cukup karena nasib berkata lain, yang ada hidupku tak seindah namaku. Meskipun demikian aku tak pernah menyalahkan orang tua atapun takdir Tuhan yang selalu memberiku cobaan mungkin dengan maksud agar hidupku lebih berwarna dan tidak monoton. Sudah sepatutnya aku mensyukuri takdir Tuhan ini. Ya, aku akan mulai menceritakan kisah hidupku.
Aku hidup berkecukupan, masa kecilku tidak seburuk anak- anak yang ada di pinggir jalan raya ataupun di bawah jembatan, namun apalah arti sebuah harta jika kasih sayang orang tua kandung tidak aku dapatkan. Bukannya orang tuaku sibuk sehingga melalaikan kewajibannya mengasuhku, namun sejak usia satu tahun aku telah di pisahkan dari orang tua kandungku dan hidup dengan kedua orang tua angkatku. Bersama kedua orang tua angkatku memang menyenangkan, segala yang aku butuhkan terpenuhi, kasih sayang orang tua juga aku dapatkan karena dalam usia  segitu aku belum mampu membedakan kasih sayang orang tua kandung dan orang tua angkat. Yang ada dihadapan saat itu seorang laki- laki yang ku panggil papa dan seorang wanita yang ku panggil mama dimana mereka mengisi hari kecilku dengan tawa dan kebahagiaan baik kasih sayang maupun materi.

Orang tua angkatku sangat menyayangiku, sudah hampir sepuluh tahun dari mereka menikah belum juga dikaruniai momongan, kebetulan orang tua kandungku memiliki cukup banyak anak, aku anak dari 3 bersaudara. Orang tua kandungku memberikanku kepada orang tua angkatku yang kebetulan masih ada ikatan saudara meski saudara jauh. Sejak usia satu tahun aku hidup bersama kedua orang tua angkat yang sangat baik dan menyayangiku, segala kebutuhanku dipenuhi, bisa dikatakan aku menjadi anak yang beruntung dapat hidup diantara kedua orang tua angkatku ini, meskipun mereka berdua sibuk karena pekerjaan mereka sebagai dosen di universitas swasta yang terkenal di kota kami namun selalu menyempatkan diri untuk berkumpul ataupun berlibur ke luar kota untuk menyenangkanku. Pancaran kebahagiaan gadis kecil manja tersirat di wajah polos ku, di usiaku yang masih terlalu dini ini belum paham bahwa perempuan dan laki- laki itu bukan siapa- siapa ku, mereka hanya memiliki kasih sayang yang berlebih sesaat ketika aku masih lucu dan menggemaskan. Benar saja, ketika aku berumur lima tahun mama angkatku hamil, senang bukan kepalang keluarga besar angkatku begitupun aku sangat senang karena akan memiliki adik lucu yang bisa menemani hari- hari ku yang sepi. Setelah ada adik angkatku, kasih sayang orang tua angkatku sedikit berkurang, terutama mama, dia semakin acuh denganku tidak seperti dulu yang selalu perhatian denganku, sekarang perhatian dia lebih kepada adik angkatku .
Dua tahun kemudian aku sudah duduk di bangku SD, mamaku hamil lagi anaknya yang ke dua, perhatian mama ke aku benar- benar hilang, aku merasa kehilangan sosok mama yang dulu. Hingga pada akhirnya aku mengetahui bahwa aku ternyata anak angkat dan tahu seluk beluk keluargaku. Aku mengalami duatu kegoncangan jiwa tapi lambat laun seiring berjalannya waktu aku bisa mengerti, aku malah sering berkunjung ke rumah orang tua kandungku dan aku merasa lebih banyak memiliki keluarga , namun meskipun aku memiliki banyak keluarga aku merasa kurang kasih sayang, aku iri dengan teman- teman yang mempunyai keluarga lengkap ayah dan ibu kandung yang selalu menemani mereka dan dapat selalu hidup bersama- sama. Aku memang sering bertemu ibu kandungku, bisa ngobrol bersama, tapi tetap saja beda, aku ada keluarga angkatku disana yang pernah membesarkan aku sehingga aku memiliki tanggung jawab atas mereka bukan orang tua kandung ku lagi.
Kini aku tumbuh menjadi gadis remaja yang sudah mulai menduduki bangku kuliah, dengan postur tubuh yang subur sehingga teman- teman memanggilku si Gendut. Aku selalu ceria diantara teman- temanku, mereka sering curhat tentang masalah percintaan bahkan keluarganya. Aku merasa tidak kesepian lagi dengan hadirnya mereka dan mampu melupakan masalahku sendiri. Namun untuk urusan percintaan aku mulai merasakan suatu kegalauan, teman- temanku sudah memiliki pacar masing- masing sedangkan aku tidak, mungkin laki- laki kurang suka dengan postur tubuhku yang kurang ideal sehingga aku susah mendapatkan pacar.
“Ndut, kakak senior kita galak banget ya itu tapi gak tau kenapa aku suka sama dia. “ celetuk temanku ketika selesai mengikuti OSPEK.
“Ihh masak Kak Bian kamu bilang ganteng, masih gantengan pacarku dulu.” Balasku, padahal aku belum pernah punya pacar.
“Dia nembak aku, Ndut. Aku bingung bilang apa. Terima gak ya, Ndut?” Tanya temanku meminta pendapat dariku.
“Yaudah sih kalo kamu suka kamu terima aja.” Jawabku sekenanya karena aku udah gak mau denger cerita temenku yang muji- muji kakak senior yang dia bilang ganteng itu.
Akhirnya temanku jadian sama kakak senior itu, selama pacaran temanku selalu curhat tentang pacarnya itu. Bukan hanya temanku yang curhat ke aku tapi Kak Bian pun jadi dekat dengan aku karena curhat tentang temanku itu. Hingga pada suatu hari temanku menangis karena putus sama Kak Bian.
“Ndut, Kak Bian udah punya tunangan di Lampung. Sakit, Ndut. “ curhat temanku sambil meneteskan air mata
Yah, begitulah teman- temanku yang curhat ke aku, ketika habis jadian mereka senyum- senyum sendiri senangnya bukan main eh pas putus nangis terus sampai tissue berserakan di kamarku. Aku bersyukur tidak pernah menangis seperti mereka, apalagi menangis karena ditinggal laki- laki kok nyampe segitunya sih biasa aja kenapa. Begitu pikirku heran dengan teman- temanku.
Meski sudah putus dengan temanku, Kak Bian tetap menghubungiku. Kita tetap menjaga komunikasi melalui sms. Namun sekarang Kak Bian malah sering telepon aku, bukan menanyakan mantannya itu tapi menanyakan kabarku atau sekedar mengingatkanku untuk sholat dan makan. Memang selama ini aku tidak pernah sholat dan makan juga tidak teratur tapi sejak ada Kak Bian yang ngingetin aku sholat aku jadi rajin sholat dan merasakan ada perhatian yang selama ini aku impikan dan aku damba- dambakan. Aku merasa senang sekali dan tanpa sadar aku menyayangi Kak Bian. Namun di sisi lain aku malu sama teman dekatku karena Kak Bian adalah mantan pacarnya sehingga aku tidak bisa curhat  dan menjalin hubungan ini dengan sembunyi- sembunyi.
Meskipun Kak Bian belum menyatakan cinta kepadaku namun aku merasa kalau dia telah jatuh hati denganku dan aku menganggap dia pacarku karena Kak Bian memanggiku sayang dalam setiap smsnya. Entah apa yang ada di dalam otakku, Kak Bian itu sudah punya tunangan dan dia juga pernah menyakiti hati temanku hingga menangis tapi aku tetap nekat menjalin hubungan dengannya. Ya alasannya hanya satu, perhatian Kak Bian. Bodohnya aku tidak pernah berpikir apakah perhatian ini hanya kepadaku atau kepada semua wanita? Namun pikiran seperti itu juga gak perlu aku pikirkan toh dia punya tunangan pasti dia menyayangi tunangannya, dan aku adalah seorang selingkuhannya. Tapi kenapa aku tetap mau menjadi selingkuhannya, bodoh sekali. Ya alasannya tetap sama, perhatian Kak Bian yang sangat membuat hidupku berubah, hingga pada suatu hari Kak Bian pun berkata padaku “ Yank, aku sayang kamu melebihi kekasihku atau wanita lainnya. Aku benar- benar sayang kamu. Aku janji akan petahanin kamu.” Ketika Kak Bian bilang begitu aku merasa ragu sehingga kata- kata itu tidak aku tanggapi, aku nyaman berhubungan dengannya tanpa status tapi janji Kak Bian membuatku yakin dengannya. Meskipun hubungan tanpa status aku menikmatinya.
Ketika tengah malam aku ingin dia mengantarkanku pulang ke rumah dari rumah temanku, Kak Bian langsung mengantarku pulang ke rumah meski sudah sempat tertidur langsung bangun. Aku melihat keseriusan Kak Bian dan aku semakin menyayanginya. Ketika di kampus aku kehausan sms Kak Bian langsung dianter minuman. Aku senang dan sering kali melakukan hal ini. Aku nyaman sekali bersama Kak Bian, padahal jauh di Lampung sana ada tunangannya yang menyimpan rindu padanay. Mungkin aku jahat, tapi aku juga butuh kasih sayang dan hanya Kak Bian yang dapat memberikannya seutuhnya. Kasih sayang seorang laki- laki yang kita sukai memang berbeda dengan kasih sayang yang lainnya apalagi kasih sayang keluarga juga kurang aku dapatkan. Jadi bersama Kak Bian seakan membuat hidupku berubah aku benar- benar merasakan sempurnanya hidup. Hingga pada akhirnya setelah di desak temanku aku mengakui kalau dekat dengan Kak Bian tapi gak pacaran.
Sepertinya Tuhan telah memberikan batas waktu bahagiaku, hingga pada bulan September 2011  Kak Bian menyatakan kalau dia ingin kita berjalan sendiri- sendiri, katanya Kak Bian udah gak sayang sama aku lagi dia juga bilang kalau sudah punya pacar lagi disini. Aku biasa saja, toh kita gak jadian ngapain juga putus segala. Namun dua hari tiga hari berlalu aku merasakan guncangan yang amat dahsyat aku ingin curhat tapi aku masih malu sama temanku, aku benar- benar mengalami suatu kegoncangan jiwa, beda rasanya dari guncangan yang terdahulu, ini membuatku sakit sakit dan sakit. Aku benar- benar telah menyayangi Kak Bian, tapi ternyata dia hanya omong kosong. Aku menangis tidak hanya seminggu dua minggu namun sampai berbulan- bulan, akupun curhat ke teman yang lainku, teman- teman bilang kalau aku tambah kurus. Benar saja berat badanku turun 9 kg. Teman- teman juga menganggap aku beneran stress karena aku bisa menangis dan tertawa bersamaan, aku tertawa ketika teringat masa- masa bersama Kak Bian namun seketika juga ingat memori itu air mata ku tidak bisa tertahan lagi.
Empat bulan telah berlalu dari kejadian itu, tanpa terasa aku jauh dengan temanku yang dulu. Aku merasa nyaman dengan teman- temanku yang sekarang, mereka mengajariku berdandan, memoles pipi, memerahkan bibir dan melentikkan bulu mata. Badanku juga sudah lebih ideal.  Tapi aku masih tetap menyayangi Kak Bian. Aku tetap berharap pada Kak Bian. Sulit bagiku mencintai pria lain selain Kak Bian. Aku tidak pernah melihat Kak Bian sebagai orang jahat padahal aku tahu sendiri seperti apa bejatnya Kak Bian. Tapi cinta, ya memang cinta itu telah membutakan semua.
Yogyakarta, Desember 2011
Terimakasih buat temanku "ndut" yang udah jadi inspirasi tulisan ini :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar