Rabu, 11 Juli 2012

DIBIARKAN MENYONTEK, ANAK MENJADI KECANDUAN

Hampir setiap orang pernah merasakan sensasi menyontek di kala ujian, ada pahit,getir, semriwing bahkan manis ketika berhasil memperoleh jawaban yang diinginkan tanpa diketahui pengawas ujian. Mencontek membutuhkan kreativitas, di zaman yang sudah maju ini orang seringkali menyalahgunakan teknologi untuk melakukan hal-hal yang negatif yang pada akhirnya akan mencelakakan dirinya sendiri. Mencontek bisa menggunakan media cetak dan media elektronik yang akhir-akhir ini meresahkan pengawas karena ‘menangkapnya’ semakin susah.
Akan tetapi tidak setiap orang pernah menyontek karena mereka sudah meiliki suatu kepercayaan diri. Jadi awal dari timbulnya menyontek adalah rendahnya suatu rasa percaya diri. Bukan percaya diri dari segi penampilan atau kemampuan berekspresi akan tetapi rasa percaya diri dalam hal yang bersifat kognitif jadi kurangnya pengetahuan dan wawasan seseorang. Mereka tidak yakin dengan kemampuan yang dimiliki dan selalu menganggap orang lain lebih pandai bahkan percaya kalau jawaban orang lain lebih tepat dibanding jawaban sendiri. Nah disinilah yang menyebabkan kecanduan dalam menyontek.  Lalu bagaimana dengan orang yang telah belajar semalam suntuk namun akhirnya ketika ujian menyontek juga?
Seringkali kebiasaan menyontek sering dianggap remeh baik dari pihak guru maupun dari pihak siswa yang melakukan hal tersebut. Peraturan-peraturan waktu ujian dibacakan sebelum siswa mulai mengerjakan soal ujian akan tetapi bagi siswa itu tidak penting yang paling penting adalah mereka dapat menyelesaikan soal ujian dengan benar bagaimanapun cara yang ditempuhnya.

Minggu, 08 Juli 2012

Si Gendut


Namaku Armela Putri Mahardika Dian Purnama Siwi, nama yang cukup panjang, sepanjang jalan hidupku yang penuh liku. Sejak kecil aku sering dipanggil Arme ada juga yang memanggil Mela. Mungkin harapan orang tua kandungku memberi nama yang panjang dan indah agar aku menjadi orang yang beruntung dan selalu di jalan lurus dan mungkin ada seribu maksud baik lainnya. Tapi nama saja tidak cukup karena nasib berkata lain, yang ada hidupku tak seindah namaku. Meskipun demikian aku tak pernah menyalahkan orang tua atapun takdir Tuhan yang selalu memberiku cobaan mungkin dengan maksud agar hidupku lebih berwarna dan tidak monoton. Sudah sepatutnya aku mensyukuri takdir Tuhan ini. Ya, aku akan mulai menceritakan kisah hidupku.
Aku hidup berkecukupan, masa kecilku tidak seburuk anak- anak yang ada di pinggir jalan raya ataupun di bawah jembatan, namun apalah arti sebuah harta jika kasih sayang orang tua kandung tidak aku dapatkan. Bukannya orang tuaku sibuk sehingga melalaikan kewajibannya mengasuhku, namun sejak usia satu tahun aku telah di pisahkan dari orang tua kandungku dan hidup dengan kedua orang tua angkatku. Bersama kedua orang tua angkatku memang menyenangkan, segala yang aku butuhkan terpenuhi, kasih sayang orang tua juga aku dapatkan karena dalam usia  segitu aku belum mampu membedakan kasih sayang orang tua kandung dan orang tua angkat. Yang ada dihadapan saat itu seorang laki- laki yang ku panggil papa dan seorang wanita yang ku panggil mama dimana mereka mengisi hari kecilku dengan tawa dan kebahagiaan baik kasih sayang maupun materi.

Sabtu, 07 Juli 2012

Kurikulum SD yang Lebih Berorientasi pada Nilai


Dapat kita saksikan akhir- akhir ini marak adanya tempat les baik umum maupun privat, namun yang mengherankan tempat les ini khusus untuk anak Sekolah Dasar. Fenomena ini bisa dilihat dari aspek ekonomi tentang peluang lapangan kerja. Namun yang lebih mendominasi bisa kita dilihat dari aspek pendidikan, kita bisa melihat bahwa materi pelajaran untuk anak usia Sekolah Dasar semakin sulit sehingga keadaan siswa menjadi labil banyak siswa yang tidak percaya diri dengan kemampuannya untuk menyelesaikan ujian baik kenaikan kelas ataupun ujian nasional karena materi pelajaran yang menyulitkan siswa sehingga membuat mereka tidak percaya diri dengan kemampuan dasar yang dimiliki. Dengan rasa percaya diri yang rendah ini tentunya motivasi siswa untuk belajar pun menjadi menurun karena dipenuhi rasa takut dan was- was sehingga belajarpun semata- mata hanya untuk mengejar target, yaitu nilai. Dengan nilai yang tinggi menjadi tolak ukur tunggal keberhasilan siswa. Namun dari sudut pandang yang berbeda lagi, les untuk anak SD ini hanya sebagai belajar tambahan biasa agar pengetahuan anak bertambah atau sekedar mengisi waktu luang daripada bermain lebih baik belajar karena di tempat les pembelajaran lebih menarik dari sekolah. Untuk menanggapi argumen tersebut kita bisa lihat fenomena sekarang bahwa anak mengikuti les ketika ujian sekolah akan tiba baik kenaikan kelas maupun ujian kelulusan dan target yang ingin dicapai dalam mengikuti les agar mendapatkan nilai tinggi sehingga bisa naik kelas ataupun lulus ujian sekolah. Untuk itu anak mengikuti les tidak hanya untuk tambahan belajar tapi lebih banyak untuk mengejar target bisa naik kelas atau lulus sekolah dengan nilai yang tinggi sehingga bisa masuk sekolah menengah yang favorit.

Prakata dari yang punya blog ;)

Horaaai :D blog udah jadi, gatau tiba2 pgen aja ngeblog pengen nulis2 gada kerjaan aj kali apalagi menjelang  libur panjang libur UAS bakal sering mantengan laptop, daripada gk jelas mending ngisi blog iya gak tuips? ;) eh klo blog apa ya namany -_-

7 ALASAN UJIAN NASIONAL HARUS DIHAPUSKAN

Berdasarkan Permendiknas No.22 Tahun 2006, KTSP merupakan kurikulum yang bersifat tak terpusat, dikatakan tak terpusat karena disusun oleh setiap satuan pendidikan masing- masing yang sesuai dengan ciri khusus sekolah dan kebutuhan berbagai daerah, misal industri, daerah dataran rendah dan tinggi, daerah pesisir. Keunggulan KTSP diantaranya: 
1. Setiap satuan pendidikan memiliki kewenangan menjabarkan kurikulum nasional sesuai dengan kebutuhan 
2. Bahan, media, dan metode pembelajaran di sekolah tidak sama tetapi disesuaikan dengan keunikan atau ciri khasnya 
3. Output pendidikan sekolah dapat sesuai dengan kebutuhan stake holder, masyarakat, dan pemerintah daerah setempat 
Kita sudah ketahui bahwa kurikulum yang digunakan sekarang adalah KTSP dimana kurikulum yang kita gunakan tidak terpusat pada pemerintah tetapi terpusat pada satuan pendidikan masing- masing, otomatis kemampuan siswa berbeda- beda disetiap satuan pendidikannya masing- masing. Namun kenapa pemerintah masih bercampur tangan apalagi mengadakan evaluasi penentu kelulusan padahal kurikulum yang membuat sekolah oleh guru yang sudah paham tentang karakteristik masing- masing siswanya, kenapa tiba- tiba yang mengadakan evaluasi pemerintah pusat yang tidak tahu bagaimana karakteristik siswa sendiri. 
Berbagai dampak negatif dengan adanya UN diantaranya: 
1. Guru hanya sia- sia mengajar karena yang memberi keputusan lulus adalah pemerintah. 
2. Terjadi ketidakadilan dalam dunia pendidikan Indonesia karena tiap sekolah memiliki standar mutu yang berbeda- beda sehingga evaluasi yang diberikan seharusnya menyesuaikan. 
3. UN bukan menjadi saran untuk mengontrol mutu pendidikan. Mutu pendidikan tidak bisa hanya berdasar pada jumlah siswa yang mendapat nilai UN 100 dan lulus, ada juga sebagian siswa yang sebenarnya pandai justru tidak lulus begitu juga sebaliknya. 
4. UN bukan membentuk watak kerja keras, namun malah membentuk watak- watak pembohong dan licik karena UN sifatnya “memaksa” harus lulus maka tak jaraang yang berbuat curang. 
5. Hanya menilai siswa dari nilai- nilai kognitif yang tertulis dengan angka di hasil lembar jawaban, sementara nilai dari sikap dan perilaku untuk membentuk siswa yang berbudi pekerti serta berkarakter bangsa justru dikesampingkan.
6. UN dijadikan syarat kelulusan siswa, pada saat itulah fungsi UN telah menyimpang. Meski persen dari nilai kelulusan 50% dari nilai UN dan 50% dari nilai Ujian Sekolah namun nilai UN tetap menentukan hasil akhir. 
7. UN yang digembar gemborkan bukan meningkatkan semangat belajar malah membuat siswa merasa diteror yang menyebabkan penurunan semangat belajar karena diberbagai media dan pemberitaan nampak sekali UN sebagai momok pelajar sehingga banyak tempat les yang penuh di waktu mendekati UN tiba. 
Jadi, sejauh ini UN hanya sebagai sertifikasi siswa yang akan melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan belum akurat untuk mengukur seberapa tingkat kecerdasan siswa. Oleh karena itu masih harus ada perbaikan lagi dalam evaluasi pendidikan yang tepat supaya benar- benar menghasilkan output yang berkualitas. Ulasan saya tentang UN ini masih berdasar KTSP karena kurikulum 2013 memang belum diaplikasikan di seluruh sekolah di Indonesia dan masih banyak yang menggunakan KTSP, serta kurikulum 2013 dengna KTSP juga tidak jauh berbeda secara teknis.