Namaku
Armela Putri Mahardika Dian Purnama Siwi, nama yang cukup panjang, sepanjang
jalan hidupku yang penuh liku. Sejak kecil aku sering dipanggil Arme ada juga
yang memanggil Mela. Mungkin harapan orang tua kandungku memberi nama yang
panjang dan indah agar aku menjadi orang yang beruntung dan selalu di jalan
lurus dan mungkin ada seribu maksud baik lainnya. Tapi nama saja tidak cukup
karena nasib berkata lain, yang ada hidupku tak seindah namaku. Meskipun
demikian aku tak pernah menyalahkan orang tua atapun takdir Tuhan yang selalu
memberiku cobaan mungkin dengan maksud agar hidupku lebih berwarna dan tidak
monoton. Sudah sepatutnya aku mensyukuri takdir Tuhan ini. Ya, aku akan mulai
menceritakan kisah hidupku.
Aku
hidup berkecukupan, masa kecilku tidak seburuk anak- anak yang ada di pinggir
jalan raya ataupun di bawah jembatan, namun apalah arti sebuah harta jika kasih
sayang orang tua kandung tidak aku dapatkan. Bukannya orang tuaku sibuk
sehingga melalaikan kewajibannya mengasuhku, namun sejak usia satu tahun aku
telah di pisahkan dari orang tua kandungku dan hidup dengan kedua orang tua
angkatku. Bersama kedua orang tua angkatku memang menyenangkan, segala yang aku
butuhkan terpenuhi, kasih sayang orang tua juga aku dapatkan karena dalam
usia segitu aku belum mampu membedakan
kasih sayang orang tua kandung dan orang tua angkat. Yang ada dihadapan saat
itu seorang laki- laki yang ku panggil papa dan seorang wanita yang ku panggil
mama dimana mereka mengisi hari kecilku dengan tawa dan kebahagiaan baik kasih
sayang maupun materi.
Orang tua angkatku sangat menyayangiku, sudah hampir sepuluh tahun dari mereka menikah belum juga dikaruniai momongan, kebetulan orang tua kandungku memiliki cukup banyak anak, aku anak dari 3 bersaudara. Orang tua kandungku memberikanku kepada orang tua angkatku yang kebetulan masih ada ikatan saudara meski saudara jauh. Sejak usia satu tahun aku hidup bersama kedua orang tua angkat yang sangat baik dan menyayangiku, segala kebutuhanku dipenuhi, bisa dikatakan aku menjadi anak yang beruntung dapat hidup diantara kedua orang tua angkatku ini, meskipun mereka berdua sibuk karena pekerjaan mereka sebagai dosen di universitas swasta yang terkenal di kota kami namun selalu menyempatkan diri untuk berkumpul ataupun berlibur ke luar kota untuk menyenangkanku. Pancaran kebahagiaan gadis kecil manja tersirat di wajah polos ku, di usiaku yang masih terlalu dini ini belum paham bahwa perempuan dan laki- laki itu bukan siapa- siapa ku, mereka hanya memiliki kasih sayang yang berlebih sesaat ketika aku masih lucu dan menggemaskan. Benar saja, ketika aku berumur lima tahun mama angkatku hamil, senang bukan kepalang keluarga besar angkatku begitupun aku sangat senang karena akan memiliki adik lucu yang bisa menemani hari- hari ku yang sepi. Setelah ada adik angkatku, kasih sayang orang tua angkatku sedikit berkurang, terutama mama, dia semakin acuh denganku tidak seperti dulu yang selalu perhatian denganku, sekarang perhatian dia lebih kepada adik angkatku .
Orang tua angkatku sangat menyayangiku, sudah hampir sepuluh tahun dari mereka menikah belum juga dikaruniai momongan, kebetulan orang tua kandungku memiliki cukup banyak anak, aku anak dari 3 bersaudara. Orang tua kandungku memberikanku kepada orang tua angkatku yang kebetulan masih ada ikatan saudara meski saudara jauh. Sejak usia satu tahun aku hidup bersama kedua orang tua angkat yang sangat baik dan menyayangiku, segala kebutuhanku dipenuhi, bisa dikatakan aku menjadi anak yang beruntung dapat hidup diantara kedua orang tua angkatku ini, meskipun mereka berdua sibuk karena pekerjaan mereka sebagai dosen di universitas swasta yang terkenal di kota kami namun selalu menyempatkan diri untuk berkumpul ataupun berlibur ke luar kota untuk menyenangkanku. Pancaran kebahagiaan gadis kecil manja tersirat di wajah polos ku, di usiaku yang masih terlalu dini ini belum paham bahwa perempuan dan laki- laki itu bukan siapa- siapa ku, mereka hanya memiliki kasih sayang yang berlebih sesaat ketika aku masih lucu dan menggemaskan. Benar saja, ketika aku berumur lima tahun mama angkatku hamil, senang bukan kepalang keluarga besar angkatku begitupun aku sangat senang karena akan memiliki adik lucu yang bisa menemani hari- hari ku yang sepi. Setelah ada adik angkatku, kasih sayang orang tua angkatku sedikit berkurang, terutama mama, dia semakin acuh denganku tidak seperti dulu yang selalu perhatian denganku, sekarang perhatian dia lebih kepada adik angkatku .
Dua
tahun kemudian aku sudah duduk di bangku SD, mamaku hamil lagi anaknya yang ke
dua, perhatian mama ke aku benar- benar hilang, aku merasa kehilangan sosok
mama yang dulu. Hingga pada akhirnya aku mengetahui bahwa aku ternyata anak
angkat dan tahu seluk beluk keluargaku. Aku mengalami duatu kegoncangan jiwa
tapi lambat laun seiring berjalannya waktu aku bisa mengerti, aku malah sering
berkunjung ke rumah orang tua kandungku dan aku merasa lebih banyak memiliki
keluarga , namun meskipun aku memiliki banyak keluarga aku merasa kurang kasih
sayang, aku iri dengan teman- teman yang mempunyai keluarga lengkap ayah dan
ibu kandung yang selalu menemani mereka dan dapat selalu hidup bersama- sama.
Aku memang sering bertemu ibu kandungku, bisa ngobrol bersama, tapi tetap saja
beda, aku ada keluarga angkatku disana yang pernah membesarkan aku sehingga aku
memiliki tanggung jawab atas mereka bukan orang tua kandung ku lagi.
Kini
aku tumbuh menjadi gadis remaja yang sudah mulai menduduki bangku kuliah,
dengan postur tubuh yang subur sehingga teman- teman memanggilku si Gendut. Aku
selalu ceria diantara teman- temanku, mereka sering curhat tentang masalah
percintaan bahkan keluarganya. Aku merasa tidak kesepian lagi dengan hadirnya
mereka dan mampu melupakan masalahku sendiri. Namun untuk urusan percintaan aku
mulai merasakan suatu kegalauan, teman- temanku sudah memiliki pacar masing-
masing sedangkan aku tidak, mungkin laki- laki kurang suka dengan postur
tubuhku yang kurang ideal sehingga aku susah mendapatkan pacar.
“Ndut,
kakak senior kita galak banget ya itu tapi gak tau kenapa aku suka sama dia. “
celetuk temanku ketika selesai mengikuti OSPEK.
“Ihh
masak Kak Bian kamu bilang ganteng, masih gantengan pacarku dulu.” Balasku,
padahal aku belum pernah punya pacar.
“Dia
nembak aku, Ndut. Aku bingung bilang apa. Terima gak ya, Ndut?” Tanya temanku
meminta pendapat dariku.
“Yaudah
sih kalo kamu suka kamu terima aja.” Jawabku sekenanya karena aku udah gak mau
denger cerita temenku yang muji- muji kakak senior yang dia bilang ganteng itu.
Akhirnya
temanku jadian sama kakak senior itu, selama pacaran temanku selalu curhat
tentang pacarnya itu. Bukan hanya temanku yang curhat ke aku tapi Kak Bian pun
jadi dekat dengan aku karena curhat tentang temanku itu. Hingga pada suatu hari
temanku menangis karena putus sama Kak Bian.
“Ndut,
Kak Bian udah punya tunangan di Lampung. Sakit, Ndut. “ curhat temanku sambil
meneteskan air mata
Yah,
begitulah teman- temanku yang curhat ke aku, ketika habis jadian mereka senyum-
senyum sendiri senangnya bukan main eh pas putus nangis terus sampai tissue
berserakan di kamarku. Aku bersyukur tidak pernah menangis seperti mereka,
apalagi menangis karena ditinggal laki- laki kok nyampe segitunya sih biasa aja
kenapa. Begitu pikirku heran dengan teman- temanku.
Meski
sudah putus dengan temanku, Kak Bian tetap menghubungiku. Kita tetap menjaga
komunikasi melalui sms. Namun sekarang Kak Bian malah sering telepon aku, bukan
menanyakan mantannya itu tapi menanyakan kabarku atau sekedar mengingatkanku
untuk sholat dan makan. Memang selama ini aku tidak pernah sholat dan makan
juga tidak teratur tapi sejak ada Kak Bian yang ngingetin aku sholat aku jadi
rajin sholat dan merasakan ada perhatian yang selama ini aku impikan dan aku
damba- dambakan. Aku merasa senang sekali dan tanpa sadar aku menyayangi Kak
Bian. Namun di sisi lain aku malu sama teman dekatku karena Kak Bian adalah
mantan pacarnya sehingga aku tidak bisa curhat
dan menjalin hubungan ini dengan sembunyi- sembunyi.
Meskipun
Kak Bian belum menyatakan cinta kepadaku namun aku merasa kalau dia telah jatuh
hati denganku dan aku menganggap dia pacarku karena Kak Bian memanggiku sayang
dalam setiap smsnya. Entah apa yang ada di dalam otakku, Kak Bian itu sudah
punya tunangan dan dia juga pernah menyakiti hati temanku hingga menangis tapi
aku tetap nekat menjalin hubungan dengannya. Ya alasannya hanya satu, perhatian
Kak Bian. Bodohnya aku tidak pernah berpikir apakah perhatian ini hanya
kepadaku atau kepada semua wanita? Namun pikiran seperti itu juga gak perlu aku
pikirkan toh dia punya tunangan pasti dia menyayangi tunangannya, dan aku
adalah seorang selingkuhannya. Tapi kenapa aku tetap mau menjadi
selingkuhannya, bodoh sekali. Ya alasannya tetap sama, perhatian Kak Bian yang
sangat membuat hidupku berubah, hingga pada suatu hari Kak Bian pun berkata
padaku “ Yank, aku sayang kamu melebihi kekasihku atau wanita lainnya. Aku
benar- benar sayang kamu. Aku janji akan petahanin kamu.” Ketika Kak Bian
bilang begitu aku merasa ragu sehingga kata- kata itu tidak aku tanggapi, aku
nyaman berhubungan dengannya tanpa status tapi janji Kak Bian membuatku yakin
dengannya. Meskipun hubungan tanpa status aku menikmatinya.
Ketika
tengah malam aku ingin dia mengantarkanku pulang ke rumah dari rumah temanku, Kak
Bian langsung mengantarku pulang ke rumah meski sudah sempat tertidur langsung
bangun. Aku melihat keseriusan Kak Bian dan aku semakin menyayanginya. Ketika
di kampus aku kehausan sms Kak Bian langsung dianter minuman. Aku senang dan
sering kali melakukan hal ini. Aku nyaman sekali bersama Kak Bian, padahal jauh
di Lampung sana ada tunangannya yang menyimpan rindu padanay. Mungkin aku
jahat, tapi aku juga butuh kasih sayang dan hanya Kak Bian yang dapat
memberikannya seutuhnya. Kasih sayang seorang laki- laki yang kita sukai memang
berbeda dengan kasih sayang yang lainnya apalagi kasih sayang keluarga juga
kurang aku dapatkan. Jadi bersama Kak Bian seakan membuat hidupku berubah aku
benar- benar merasakan sempurnanya hidup. Hingga pada akhirnya setelah di desak
temanku aku mengakui kalau dekat dengan Kak Bian tapi gak pacaran.
Sepertinya
Tuhan telah memberikan batas waktu bahagiaku, hingga pada bulan September
2011 Kak Bian menyatakan kalau dia ingin
kita berjalan sendiri- sendiri, katanya Kak Bian udah gak sayang sama aku lagi
dia juga bilang kalau sudah punya pacar lagi disini. Aku biasa saja, toh kita
gak jadian ngapain juga putus segala. Namun dua hari tiga hari berlalu aku
merasakan guncangan yang amat dahsyat aku ingin curhat tapi aku masih malu sama
temanku, aku benar- benar mengalami suatu kegoncangan jiwa, beda rasanya dari
guncangan yang terdahulu, ini membuatku sakit sakit dan sakit. Aku benar- benar
telah menyayangi Kak Bian, tapi ternyata dia hanya omong kosong. Aku menangis
tidak hanya seminggu dua minggu namun sampai berbulan- bulan, akupun curhat ke
teman yang lainku, teman- teman bilang kalau aku tambah kurus. Benar saja berat
badanku turun 9 kg. Teman- teman juga menganggap aku beneran stress karena aku
bisa menangis dan tertawa bersamaan, aku tertawa ketika teringat masa- masa
bersama Kak Bian namun seketika juga ingat memori itu air mata ku tidak bisa
tertahan lagi.
Empat
bulan telah berlalu dari kejadian itu, tanpa terasa aku jauh dengan temanku
yang dulu. Aku merasa nyaman dengan teman- temanku yang sekarang, mereka
mengajariku berdandan, memoles pipi, memerahkan bibir dan melentikkan bulu
mata. Badanku juga sudah lebih ideal.
Tapi aku masih tetap menyayangi Kak Bian. Aku tetap berharap pada Kak
Bian. Sulit bagiku mencintai pria lain selain Kak Bian. Aku tidak pernah melihat
Kak Bian sebagai orang jahat padahal aku tahu sendiri seperti apa bejatnya Kak
Bian. Tapi cinta, ya memang cinta itu telah membutakan semua.
Yogyakarta, Desember 2011
Terimakasih buat temanku "ndut" yang udah jadi inspirasi tulisan ini :)
Terimakasih buat temanku "ndut" yang udah jadi inspirasi tulisan ini :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar