Sabtu, 15 Juni 2013

Unggah Ungguh Bahasa Jawa yang Kian Memudar


Ketika jam istirahat iba- tiba anak didik saya kelas 5 SD menghampiri saya di ruang guru "Bu, kowe digoleki Pak Kepala." Jlebb... miris hati saya ketika mendengar anak didik saya yang sangat saya bangga- banggakan tidak bisa menggunakan unggah ungguh Bahasa Jawa. Memang hanya masalah sepele, hanya bahasa, dan khususnya Bahasa Jawa. Namun dengan kenyataan seperti ini sungguh besar sekali pengaruh dari unggah ungguh Bahasa Jawa. Berbeda dengan bahasa yang lain dimana kita dapat menggunakannya dengan siapapun dan kapan saja. Dari sinilah keistimewaan Bahasa Jawa yang selama ini kita sebagai orang Jawa khususnya sangat membanggakan namun kurang bisa melestarikannya. Dapat dilihat dari generasi muda jaman sekarang, meski masih banyak yang menggunakan bahasa Jawa di sudut- sudut kota Jogjakarta namun untuk unggah ungguhnya semakin banyak yang tidak mampu menguasainya.
Kemampuan anak menggunakan unggah ungguh Bahasa Jawa yang benar tidak akan berhasil ketika hanya diterapkan di sekolah dengan bapak/ ibu guru sedangkan ketika sudah di rumah tidak ada unggah ungguh lagi. Fakta tersebut tidak hanya bersumber dari anak saja namun orang tua di rumah juga sangat berperan karena keluarga memang lebih banyak memiliki waktu untuk bersama begitu pula dalam berkomunikasi, ketika mereka membiasakan anaknya berbicara bahasa “ngoko” maka unggah ungguh yang diberikan oleh guru di sekolah hanya teori belaka. Karena sesungguhnya makna dari unggah ungguh bahasa Jawa ini akan terasa ketika anak sudah mulai hidup bermasyarakat. Namun orang tua jaman sekarang tidak mau ambil pusing terutama orang tua muda yang memang dari kecil tidak dibiasakan menggunakan unggah ungguh Bahasa Jawa, mereka orang tua muda akan menggunakan Bahasa Indonesia dalam berkomunikasi dengan anaknya yang masih balita sehingga tidak terlihat kesalahannya dalam berbahasa karena Bahasa Indonesia tidak ada unggah ungguhnya seperti Bahasa Jawa. Hingga orang tua muda di pelosok desa pun sekarang ini lebih memilih mengajarkan anaknya menggunakan Bahasa Indonesia ketika yang anak- anak yang tinggal di kota dibiasakan menggunakan Bahasa Inggris. Mungkin orang tua terlalu menganggap Bahasa Jawa itu mudah karena memang tinggalnya di Pulau Jawa, namun sebenarnya bahasa Jawa lebih sulit dari Bahasa Iggris ketika anak tidak diajarkannya sejak dini.
Memang tidak ada yang salah dengan mengajari dan membiasakan anak menggunakan Bahasa Indonesia toh itu juga bahasa nasional kita,  begitu juga dengan Bahasa Inggris dimana sekarang jamannya globalisasi dimana yang tidak mampu mengikuti arus akan ketinggalan dan tersingkirkan karena bahasa memang sangat penting ketika kita harus berkomunikasi dengan orang asing dapat tersampaikan dengan bahasa yang sama. Namun, ingatlah akan pepatah yang sejak dulu sudah ada “bahasa menunjukkan bangsa” mungkin dari pepatah ini ada kekhawatiran ketika suatu saat ada bahasa yang kian tersingkirkan dan benar adanya. Saat ini Bahasa Jawa yang ada di wilayah pulau jawa sendiri sudah semakin jarang yang menggunakannya itu baru bahasa belum unggah ungguh yang ada di dalamnya mungkin anak- anak jaman sekarang juga tidak ada yang mampu menggunakannya karena memang sedari kecil asuhan orang tua lebih membiasakan mereka menggunakan Bahasa Indonesia maupun Bahasa  Inggris. Sampai ada sekolah- sekolah si pulau Jawa sendiri khususnya Jogjakarta juga diterapkan hari Bahasa Jawa seminggu sekali. Mungkin fenomena ini ada karena jarangnya berkomunikasi dengan Bahasa Jawa. Sedangkan untuk yang di pelosok desa masih banyak yang menggunakan Bahasa Jawa namun tidak jelas unggah ungguhnya.
Bahasa merupakan salah satu bagian dari budaya, ada budaya daerah dan budaya nasional. Budaya nasional merupakan kumpulan dari budaya daerah. Bahasa Indonesia merupakan budaya nasional, kita khususnya orang Jawa memiliki bahasa daerah yaitu Bahasa Jawa yang merupakan bagian dari budaya nasional. Jadi sudah satu paket, ketika kita ingin menjaga budaya nasional kita agar tidak kecolongan lagi maka jangan lupakan untuk menguru- uri budaya daerah. Ketika generasi muda kita yang merupakan pewaris pelestarian bahasa daerah kelak sudah tidak bisa melestarikannya kita bisa apa.
Penerapan penggunaan suatu bahasa bukan perkara mudah karena bukan hanya berupa teori belaka, namun bahasa adalah sebuah pembiasaan. Sehingga ketika anak hanya diberikan waktu satu sampai dua jam pelajaran Bahasa Jawa dalam satu Minggu di sekolah maka orang tua harus menguatkan lagi di rumah dengan membiasakan berkomunikasi bahasa Jawa beserta unggah- ungguhnya. Bukan malah lebih memilih mengajari Bahasa Indonesia karena alasan lebih mudah dan tidak ketinggalan jaman.


(Lila Argawati Septiarum calon S.Pd.SD dan M.Pd)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar